إلهي أنت مقصودي ورضاك مطلوبي

أعطنى محبتك ورحمتك ولا حول ولا قوة إلا بالله

Wednesday, December 16, 2009

Ibnu Taimiyah Membungkam Wahhabi

Belakangan ini kata 'salaf' semakin populer. Bermunculan pula
kelompok yang mengusung nama salaf, salafi, salafuna, salaf shaleh
dan derivatnya. Beberapa kelompok yang sebenarnya berbeda prinsip
saling mengklaim bahwa dialah yang paling sempurna mengikuti jalan
salaf. Runyamnya jika ternyata kelompok tersebut berbeda dengan
generasi pendahulunya dalam banyak hal. Kenyataan ini tak jarang
membuat umat islam bingung, terutama mereka yang masih awam. Lalu
siapa pengikut salaf sebenarnya? Apakah kelompok yang konsisten
menapak jejak salaf ataukah kelompok yang hanya menggunakan nama
salafi?.
Tulisan ini mencoba menjawab kebingungan di atas dan menguak siapa
pengikut salaf sebenarnya.
Istilah salafi berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu.
Menurut ahlussunnah yang dimaksud salaf adalah para ulama' empat
madzhab dan ulama sebelumnya yang kapasitas ilmu dan amalnya tidak
diragukan lagi dan mempunyai sanad (mata rantai keilmuan) sampai pada
Nabi SAW.
Namun belakangan muncul sekelompok orang yang melabeli diri dengan
nama salafi dan aktif memakai nama tersebut pada buku-bukunya.
Kelompok yang berslogan "kembali" pada Al Qur'an dan sunnah tersebut
mengaku merujuk langsung kepada para sahabat yang hidup pada masa
Nabi SAW, tanpa harus melewati para ulama empat madzhab.
Bahkan menurut sebagian mereka, diharamkan mengikuti madzhab
tertentu. Sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdul Aziz bin Baz
dalam salah satu majalah di Arab Saudi, dia juga menyatakan tidak
mengikuti madzhab Imam Ahmad bin Hanbal.
Pernyataan di atas menimbulkan pertanyaan besar di kalangan umat
islam yang berpikir obyektif. Sebab dalam catatan sejarah, ulama-
ulama besar pendahulu mereka adalah penganut madzhab Imam Ahmad bin
Hanbal. Sebut saja Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Ibnu Rajab,
Ibnu Abdil Hadi, Ibnu Qatadah, kemudian juga menyusul setelahnya Al
Zarkasyi, Mura'i, Ibnu Yusuf, Ibnu Habirah, Al Hajjawiy, Al Mardaway,
Al Ba'ly, Al Buhti dan Ibnu Muflih. Serta yang terakhir Syekh
Muhammad bin Abdul Wahhab beserta anak-anaknya, juga mufti Muhammad
bin Ibrahim, dan Ibnu Hamid. Semoga rahmat Allah atas mereka semua.
Ironis sekali memang, apakah berarti Imam Ahmad bin Hanbal dan para
imam lainnya tidak berpegang teguh pada Al-Qur'an dan sunnah?
sehingga kelompok ini tidak perlu mengikuti para pendahulunya dalam
bermadzhab?. Apabila mereka sudah mengesampingkan kewajiban
bermadzhab dan tidak mengikuti para salafnya, layakkah mereka
menyatakan dirinya salafy?
Belum lagi aksi manipulasi mereka terhadap ilmu pengetahuan. Mereka
memalsukan sebagian dari kitab kitab karya ulama' salaf. Sebagai
contoh, kitab Al Adzkar karya Imam Nawawi cetakan Darul Huda,
Riyadh, 1409 H, yang ditahqiq oleh Abdul Qadir Asy Syami. Pada
halaman 295, pasal tentang ziarah ke makam Nabi SAW, dirubah judulnya
menjadi pasal tentang ziarah ke masjid Nabi SAW. Beberapa baris di
awal dan akhir pasal itu juga dihapus. Tak cukup itu, mereka juga
dengan sengaja menghilangkan kisah tentang Al Utbiy yang diceritakan
Imam Nawawi dalam kitab tersebut.
Untuk diketahui, Al Utbiy (guru Imam Syafi'i) pernah menyaksikan
seorang arab pedalaman berziarah dan bertawassul kepada Nabi SAW.
Kemudian Al Utbiy bermimpi bertemu Nabi SAW, dalam mimpinya Nabi
menyuruh memberitahukan pada orang dusun tersebut bahwa ia diampuni
Allah berkat ziarah dan tawassulnya. Imam Nawawi juga menceritakan
kisah ini dalam kitab Majmu' dan Mughni.
Pemalsuan juga mereka lakukan terhadap kitab Hasyiah Shawi atas
Tafsir Jalalain dengan membuang bagian-bagian yang tidak cocok dengan
pandangannya. Hal itu mereka lakukan pula terhadap kitab Hasyiah Ibn
Abidin dalam madzhab Hanafi dengan menghilangkan pasal khusus yang
menceritakan para wali, abdal dan orang-orang sholeh.
Parahnya, kitab karya Ibnu Taimiyah yang dianggap sakral juga tak
luput dari aksi mereka. Pada penerbitan terakhir kumpulan fatwa Syekh
Ibnu Taimiyah, mereka membuang juz 10 yang berisi tentang ilmu suluk
dan tasawwuf. (Alhamdulilah, penulis memiliki cetakan lama)
Bukankah ini semua perbuatan dzalim? Mereka jelas-jelas melanggar hak
cipta karya intelektual para pengarang dan melecehkan karya-karya
monumental yang sangat bernilai dalam dunia islam. Lebih dari itu,
tindakan ini juga merupakan pengaburan fakta dan ketidakjujuran
terhadap dunia ilmu pengetahuan yang menjunjung tinggi sikap
transparansi dan obyektivitas.

MENGIKUTI SALAF?
Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan masalah tasawwuf,
maulid, talqin mayyit, ziarah dan lain-lain yang terdapat dalam kitab-
kitab para ulama pendahulu wahhabi. Ironisnya, sikap mereka sekarang
justru bertolak belakang dengan pendapat ulama mereka sendiri.
Pertama, tentang tasawuf. Dalam kumpulan fatwa jilid 10 hal 507 Syekh
Ibnu Taimiyah berkata, "Para imam sufi dan para syekh yang dulu
dikenal luas, seperti Imam Juneid bin Muhammad beserta pengikutnya,
Syekh Abdul Qadir al-Jailani serta lainnya, adalah orang-orang yang
paling teguh dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kalam-kalamnya secara keseluruhan
berisi anjuran untuk mengikuti ajaran syariat dan menjauhi larangan
serta bersabar menerima takdir Allah.
Dalam "Madarijus salikin" hal. 307 jilid 2 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
berkata, "Agama secara menyeluruh adalah akhlak, barang siapa
melebihi dirimu dalam akhlak, berarti ia melebihi dirimu dalam agama.
Demikian pula tasawuf, Imam al Kattani berkata, "Tasawwuf adalah
akhlak, barangsiapa melebihi dirimu dalam akhlak berarti ia melebihi
dirimu dalam tasawwuf."
Muhammad bin Abdul Wahhab berkata dalam kitab Fatawa wa Rosail hal.
31 masalah kelima. "Ketahuilah -mudah-mudahan Allah memberimu
petunjuk - Sesungguhnya Allah SWT mengutus Nabi Muhammad dengan
petunjuk berupa ilmu yang bermanfaat dan agama yang benar berupa amal
shaleh. Orang yang dinisbatkan kepada agama Islam, sebagian dari
mereka ada yang memfokuskan diri pada ilmu dan fiqih dan sebagian
lainnya memfokuskan diri pada ibadah dan mengharap akhirat seperti
orang-orang sufi. Maka sebenarnya Allah telah mengutus Nabi-Nya
dengan agama yang meliputi dua kategori ini (Fiqh dan tasawwuf)".
Demikianlah penegasan Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab bahwa ajaran
tasawuf bersumber dari Nabi SAW.

Kedua, mengenai pembacaan maulid. Dalam kitab Iqtidha' Sirathil
Mustaqim Ibnu Taimiyah berkata, "Adapun mengagungkan maulid dan
menjadikannya acara rutinan, segolongan orang terkadang melakukannya.
Mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan
pengagungannya terhadap Rasulullah SAW."

Ketiga, tentang hadiah pahala, Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa barang
siapa mengingkari sampainya amalan orang hidup pada orang yang
meninggal maka ia termasuk ahli bid'ah.
Dalam Majmu' fatawa juz 24 hal306 ia menyatakan, "Para imam telah
sepakat bahwa mayit bisa mendapat manfaat dari hadiah pahala orang
lain. Ini termasuk hal yang pasti diketahui dalam agama islam dan
telah ditunjukkan dengan dalil kitab, sunnah dan ijma' (konsensus
ulama'). Barang siapa menentang hal tersebut maka ia termasuk ahli
bid'ah".
Lebih lanjut pada juz 24 hal 366 Ibnu Taimiyah menafsirkan firman
Allah
"dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya." (QS an-Najm [53]: 39)
ia menjelaskan, Allah tidak menyatakan bahwa seseorang tidak bisa
mendapat manfaat dari orang lain, Namun Allah berfirman, seseorang
hanya berhak atas hasil usahanya sendiri. Sedangkan hasil usaha orang
lain adalah hak orang lain. Namum demikian ia bisa memiliki harta
orang lain apabila dihadiahkan kepadanya.
Begitu pula pahala, apabila dihadiahkan kepada si mayyit maka ia
berhak menerimanya seperti dalam solat jenazah dan doa di kubur.
Dengan demikian si mayit berhak atas pahala yang dihadiahkan oleh
kaum muslimin, baik kerabat maupun orang lain"
Dalam kitab Ar-Ruh hal 153-186 Ibnul Qayyim membenarkan sampainya
pahala kepada orang yang telah meninggal. Bahkan tak tangung-tanggung
Ibnul Qayyim menerangkan secara panjang lebar sebanyak 33 halaman
tentang hal tersebut.

Keempat, masalah talqin. Dalam kumpulan fatwa juz 24 halaman 299 Ibnu
Taimiyah menyatakan bahwa sebagian sahabat Nabi SAW melaksanakan
talqin mayit, seperti Abu Umamah Albahili, Watsilah bin al-Asqa' dan
lainnya. Sebagian pengikut imam Ahmad menghukuminya sunnah. Yang
benar, talqin hukumnya boleh dan bukan merupakan sunnah. (Ibnu
Taimiyah tidak menyebutnya bid'ah)
Dalam kitab AhkamTamannil Maut Muhammad bin Abdul Wahhab juga
meriwayatkan hadis tentang talqin dari Imam Thabrani dalam kitab Al
Kabir dari Abu Umamah.

Kelima, tentang ziarah ke makam Nabi SAW. Dalam qasidah Nuniyyah
(bait ke 4058) Ibnul Qayyim menyatakan bahwa ziarah ke makam Nabi SAW
adalah salah satu ibadah yang paling utama
"Diantara amalan yang paling utama dalah ziarah ini.
Kelak menghasilkan pahala melimpah di timbangan amal pada hari
kiamat".
Sebelumnya ia mengajarkan tata cara ziarah (bait ke 4046-4057).
Diantaranya, peziarah hendaklah memulai dengan sholat dua rakaat di
masjid Nabawi. Lalu memasuki makam dengan sikap penuh hormat dan
takdzim, tertunduk diliputi kewibawaan sang Nabi. Bahkan ia
menggambarkan pengagungan tersebut dengan kalimat "Kita menuju makam
Nabi SAW yang mulia sekalipun harus berjalan dengan kelopak mata
(bait 4048).
Hal ini sangat kontradiksi dengan pemandangan sekarang. Suasana
khusyu' dan khidmat di makam Nabi SAW kini berubah menjadi seram.
Orang-orang bayaran wahhabi dengan congkaknya membelakangi makam Nabi
yang mulia. Mata mereka memelototi peziarah dan membentak-bentak
mereka yang sedang bertawassul kepada beliau SAW dengan tuduhan
syirik dan bid'ah. Tidakkah mereka menghormati jasad makhluk termulia
di semesta ini..? Tidakkah mereka ingat firman Allah "Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara
Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras,
sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap yang lain, supaya
tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.
"Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi
Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka
oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar"
(QS Al Hujarat, 49: 2-3).
Data-data di atas adalah sekelumit dari hasil penelitian obyektif
pada kitab-kitab mereka sendiri, sekedar wacana bagi siapa saja yang
ingin mencari kebenaran. Mudah mudahan dengan mengetahui tulisan-
tulisan pendahulunya, mereka lebih bersikap arif dan tidak arogan
dalam menilai kelompok lain.
(Ibnu KhariQ)

Referensi
- Majmu' fatawa Ibn Taimiyah
- Qasidah Nuniyyah karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
- Iqtidha' Shirathil Mustaqim karya Ibn Taimiyah cet. Darul Fikr
- Ar-Ruh karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, cet I Darul Fikr 2003
- Ahkam Tamannil Maut karya Muhammad bin Abdul Wahhab, cet. Maktabah
Saudiyah Riyadh Nasihat li ikhwanina ulama Najd karya Yusuf Hasyim
Ar-Rifa'i

Diambil dari rubrik Ibrah, Majalah Dakwah Cahaya Nabawiy Edisi 60 Th.
IV Rabi'ul Awwal 1429 H / April 2008 M

IBNU TAIMIAH BERTAUBAT DARI AKIDAH SALAH

IBNU TAIMIAH BERTAUBAT DARI AKIDAH SALAH ( Berfakta Jelas)
Assalamualaykum

Ramai yang tidak mengkaji sejarah dan hanya menerima pendapat Ibnu Taimiah sekadar dari bacaan kitabnya sahaja tanpa merangkumkan fakta sejarah dan kebenaran dengan telus dan ikhlas. Dari sebab itu mereka (seperti Wahhabiyah) sekadar berpegang dengan akidah salah yang termaktub dalam tulisan Ibnu Taimiah khususnya dalam permasaalahan usul akidah berkaitan kewujudan Allah dan pemahaman ayat " Ar-Rahman ^alal Arasy Istawa". Dalam masa yang sama mereka jahil tentang khabar dan berita sebenar berdasarkan sejarah yang diakui oleh ulama dizaman atau yang lebih hampir dengan Ibnu Taimiah yang sudah pasti lebih mengenali Ibnu Taimiah daripada kita dan Wahhabiyah.

Dengan kajian ini dapatlah kita memahami bahawa sebenarnya akidah Wahhabiyah antaranya :
1-Allah duduk di atas kursi.
2-Allah duduk dan berada di atas arasy.
3-Tempat bagi Allah adalah di atas arasy.
4-Berpegang dengan zohir(duduk) pada ayat "Ar-Rahman ^alal Arasy Istawa".
5-Allah berada di langit.
6-Allah berada di tempat atas.
7-Allah bercakap dengan suara.
8-Allah turun naik dari tempat ke tempat
dan selainnya daripada akidah kufur sebenarnya Ibnu Taimiah telah bertaubat daripada akidah sesat tersebut dengan mengucap dua kalimah syahadah serta mengaku sebagai pengikut Asyairah dengan katanya "saya golongan Asy'ary".
(Malangnya Wahhabi mengkafirkan golongan Asyairah, lihat buktinya :http://abu-syafiq.blogspot.com/2007/05/hobi-wahhabi-kafirkan-umat-islam.html).

Syeikhul Islam Imam Al-Hafiz As-Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqolany yang hebat dalam ilmu hadith dan merupakan ulama hadith yang siqah dan pakar dalam segala ilmu hadith dan merupakan pengarang kitab syarah kepada Sohih Bukhari berjudul Fathul Bari beliau telah menyatakan kisah ini serta tidak menafikan kesahihannya dan ianya diakui oleh seluruh ulama islam serta ulama Al-Azhar antaranya Imam Al-Kautary dan nas Imam Ibnu hajar Al-Asqolany dalam kitab beliau berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi 'ayan Al-Miaah As-Saminah yang disahihkan kewujudan kitabnya oleh ulama-ulama Wahhabi juga termasuk kanak-kanak Wahhabi di Malaysia ( Mohd Asri Zainul Abidin).
Kenyatan bertaubatnya Ibnu Taimiah dari akidah sesat tersebut juga telah dinyatakan oleh seorang ulama sezaman dengan Ibnu Taimiah iaitu Imam As-Syeikh Syihabud Din An-Nuwairy .

Ini penjelasannya :
Berkata Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitabnya berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi "ayan Al-Miaah As-Saminah cetakan 1414H Dar Al-Jiel juzuk 1 m/s 148 dan Imam As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah juzuk 32 m/s 115-116 dalam kitab berjudul Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab nasnya:

وأما تقي الدين فإنه استمر في الجب بقلعة الجبل إلى أن وصل الأمير حسام الدين مهنا إلى الأبواب السلطانية في شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة ، فسأل السلطان في أمره وشفع فيه ، فأمر بإخراجه ، فأخرج في يوم الجمعة الثالث والعشرين من الشهر وأحضر إلى دار النيابة بقلعة الجبل ، وحصل بحث مع الفقهاء ، ثم اجتمع جماعة من أعيان العلماء ولم تحضره القضاة ، وذلك لمرض قاضي القضاة زين الدين المالكي ، ولم يحضر غيره من القضاة ، وحصل البحث ، وكتب خطه ووقع الإشهاد عليه وكتب بصورة المجلس مكتوب مضمونه : بسم الله الرحمن الرحيم شهد من يضع خطه آخره أنه لما عقد مجلس لتقي الدين أحمد بن تيمية الحراني الحنبلي بحضرة المقر الأشرف العالي المولوي الأميري الكبيري العالمي العادلي السيفي ملك الأمراء سلار الملكي الناصري نائب السلطنة المعظمة أسبغ الله ظله ، وحضر فيه جماعة من السادة العلماء الفضلاء أهل الفتيا بالديار المصرية بسبب ما نقل عنه ووجد بخطه الذي عرف به قبل ذلك من الأمور المتعلقة باعتقاده أن الله تعالى يتكلم بصوت ، وأن الاستواء على حقيقته ، وغير ذلك مما هو مخالف لأهل الحق ، انتهى المجلس بعد أن جرت فيه مباحث معه ليرجع عن اعتقاده في ذلك ، إلى أن قال بحضرة شهود : ( أنا أشعري ) ورفع كتاب الأشعرية على رأسه ، وأشهد عليه بما كتب خطا وصورته : (( الحمد لله ، الذي أعتقده أن القرآن معنى قائم بذات الله ، وهو صفة من صفات ذاته القديمة الأزلية ، وهو غير مخلوق ، وليس بحرف ولا صوت ، كتبه أحمد بن تيمية . والذي أعتقده من قوله : ( الرحمن على العرش استوى ) أنه على ما قاله الجماعة ، أنه ليس على حقيقته وظاهره ، ولا أعلم كنه المراد منه ، بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، كتبه أحمد بن تيمية . والقول في النزول كالقول في الاستواء ، أقول فيه ما أقول فيه ، ولا أعلم كنه المراد به بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، وليس على حقيقته وظاهره ، كتبه أحمد بن تيمية ، وذلك في يوم الأحد خامس عشرين شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة )) هذا صورة ما كتبه بخطه ، وأشهد عليه أيضا أنه تاب إلى الله تعالى مما ينافي هذا الاعتقاد في المسائل الأربع المذكورة بخطه ، وتلفظ بالشهادتين المعظمتين ، وأشهد عليه بالطواعية والاختيار في ذلك كله بقلعة الجبل المحروسة من الديار المصرية حرسها الله تعالى بتاريخ يوم الأحد الخامس والعشرين من شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة ، وشهد عليه في هذا المحضر جماعة من الأعيان المقنتين والعدول ، وأفرج عنه واستقر بالقاهرة

Saya terjemahkan beberapa yang penting dari nas dan kenyataan tersebut:

1-
ووجد بخطه الذي عرف به قبل ذلك من الأمور المتعلقة باعتقاده أن الله تعالى يتكلم بصوت ، وأن الاستواء على حقيقته ، وغير ذلك مما هو مخالف لأهل الحق
Terjemahannya: "Dan para ulama telah mendapati skrip yang telah ditulis oleh Ibnu Taimiah yang telahpun diakui akannya sebelum itu (akidah salah ibnu taimiah sebelum bertaubat) berkaitan dengan akidahnya bahawa Allah ta'ala berkata-kata dengan suara, dan Allah beristawa dengan erti yang hakiki (iaitu duduk) dan selain itu yang bertentangan dengan Ahl Haq (kebenaran)".

Saya mengatakan :
Ini adalah bukti dari para ulama islam di zaman Ibnu Taimiah bahawa dia berpegang dengan akidah yang salah sebelum bertaubat daripadanya antaranya Allah beristawa secara hakiki iaitu duduk. Golongan Wahhabiyah sehingga ke hari ini masih berakidah dengan akidah yang salah ini iaitu menganggap bahawa Istiwa Allah adalah hakiki. Sedangkan ibnu Taimiah telah bertaubat dari akidah tersebut.


2-
قال بحضرة شهود : ( أنا أشعري ) ورفع كتاب الأشعرية على رأسه
Terjemahannya: " Telah berkata Ibnu Taimiah dengan kehadiran saksi para ulama: ' Saya golongan Asy'ary' dan mengangkat kitab Al-Asy'ariyah di atas kepalanya ( mengakuinya)".

Saya mengatakan : Kepada Wahhabi yang mengkafirkan atau menghukum sesat terhadap Asya'irah, apakah mereka menghukum sesat juga terhadap Syeikhul islam mereka sendiri ini?!
Siapa lagi yang tinggal sebagai islam selepas syeikhul islam kamu pun kamu kafirkan dan sesatkan?! Ibnu Taimiah mengaku sebagai golongan Asy'ary malangnya Wahhabi mengkafirkan golongan Asya'ry pula, rujuk bukti Wahhabi kafirkan golongan As'y'ary :http://abu-syafiq.blogspot.com/2007/05/hobi-wahhabi-kafirkan-umat-islam.html.


3-
والذي أعتقده من قوله : ( الرحمن على العرش استوى ) أنه على ما قاله الجماعة ، أنه ليس على حقيقته وظاهره ، ولا أعلم كنه المراد منه ، بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، كتبه أحمد بن تيمية
Terjemahan khot tulisan Ibnu Taimiah dihadapan para ulama islam ketika itu dan mereka semua menjadi saksi kenyataan Ibnu Taimiah :
" Dan yang aku berpegang mengenai firman Allah 'Ar-Rahman diatas Arasy istawa' adalah sepertimana berpegangnya jemaah ulama islam, sesungguhnya ayat tersebut bukan bererti hakikatnya(duduk) dan bukan atas zohirnya dan aku tidak mengetahui maksud sebenar-benarnya dari ayat tersebut bahkan tidak diketahui makna sebenr-benarnya dari ayat tersebut kecuali Allah.Telah menulis perkara ini oleh Ahmad Ibnu Taimiah".

Saya mengatakan: Ibnu Taimiah telah bertaubat dan mengatakan Ayat tersebut bukan atas zohirnya dan bukan atas hakikinya iaitu bukan bererti Allah duduk mahupun bertempat atas arash. Malangnya kesemua tok guru Wahhabi sehingga sekarang termasuk Al-Bani, Soleh Uthaimien, Bin Baz dan kesemuanya berpegang ayat tersebut secara zohirnya dan hakikatnya (duduk dan bertempat atas arasy). Lihat saja buku-buku mereka jelas menyatakan sedemikian.
Maka siapakah syeikhul islam sekarang ini disisi Wahhabiyah atau adakah syeikhul islam anda wahai Wahhabi telah kafir disebabkan taubatnya?!

4-
وأشهد عليه أيضا أنه تاب إلى الله تعالى مما ينافي هذا الاعتقاد في المسائل الأربع المذكورة بخطه ، وتلفظ بالشهادتين المعظمتين
Terjemahannya berkata Imam Nuwairy seperti yang dinyatakan juga oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany : " Dan aku antara saksi bahawa Ibnu Taimiah telah bertaubat kepada Allah daripada akidah yang salah pada empat masaalah akidah yang telah dinyatakan, dan Ibnu Taimiah telah mengucap dua kalimah syahadah(bertaubat daripada akidah yang salah pernah dia pegangi terdahulu)".

Saya mengatakan: Ibnu Taimiah telah memeluk islam kembali dengan mengucap dua kalimah syahadah dan mengiktiraf akidahnya sebelum itu adalah salah dan kini akidah yang salahnya itu pula dipegang oleh golongan Wahhabiyah. Maka bilakah pula golongan Wahhabiyah yang berpegang dengan akidah yang salah tersebut akan memluk agama islam semula seperti yang dilakukan oleh rujukan utama mereka yang mereka sendiri namakan sebagai Syeikhul Islam?!.
Jadikan qudwah dan ikutan Ibnu Taimiah dalam hal ini wahai Wahhabiyah!.
Ayuh! bertaubatlah sesungguhnya kebenaran itu lebih tinggi dari segala kebatilan. Pintu taubat masih terbuka bagi Wahhabi yang dicabut nyawa.

Kata-kata akhirku, Wahai Wahhabiyah yang berakidah Allah Duduk di atas arasy. Itu adalah akidah kristian kafir dan yahudi laknat (Rujuk bukti :http://abu-syafiq.blogspot.com/2007/05/penjelasan1-allah-duduk-atas-arasy.html .
Berpeganglah dengan akidah salaf sebenar dan khalaf serta akidah ahli hadith yang di namakan sebagai akidah Ahli Sunnah Wal Jamaah iaitu Allah tidak memerlukan kepada mana-mana makhlukNya termasuk tempat dilangit mahupun tempat di atas arasy.

Semoga Allah merahmati hambaNya yang benar-benar mencari kebenaran.
Wassalam.

http://www.abu-syafiq.blogspot.com/

Tuesday, December 15, 2009

Berzikir SAmbil Bernari

Artikel ni diambil daripada Harakah Bil.1463 | 19-22 Syaaban 1430 | 10-13 Ogos 2009 | Sisipan Fikrah di Kolum “Bersama Dato’ dr Harun Din”

SOALAN : Selesai satu ceramah di masjid kami dalam isu zikrullah, ada seorang bertanya penceramah. Bolehkah majlis zikrullah dilakukan dalam keadaan berdiri dan menari-nari macam berkhayal-khayalan seperti yang pernah dilakukan oleh sesetengah golongan tarekat sufi. Penceramah tersebut secara spontan menjawab : “Rasa saya itu adalah haram. Mana boleh zikrullah yang begitu murni dicampurkan dengan tarian. Tarian itu haram.” Kami jadi keliru. Minta pandangan Dato’. Terima kasih. ; Jemaah Ragu, Sepang.

- – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - – - -

JAWAPAN : Setiap soalan memang ada jawapan. Jawapan itu pula bergantung kepada pengetahuan yang ada pada penjawabnya.
Kadang-kadang ada yang mengikut rasa, seperti soalan anda di atas, penjawab itu menjawab rasanya tak boleh. Mungkin juga ada orang lain yang akan menjawab rasanya boleh.
Jawapan bagi persoalan agama bukan boleh dimain dengan ‘rasa’. Ia memerlukan sandaran hukum yang perlu dirujuk kepada sumber yang sahih.

Berkenaan dengan zikrullah, Allah berfirman (mafhumnya) :

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

(Iaitu) Orang-orang oang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring, dan mereka pula memikirkan tentang kejadian langit dan bumi (sambil berkata): “Wahai Tuhan kami! Tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini dengan sia-sia. Maha suci engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka” (Surah Ali Imran, ayat 191)

Ayat ini memberi isyarat kepada zikrullah boleh dilakukan dalam pelbagai keadaan dan gaya. Ummul Mukminin Aisyah pernah melaporkan bahawa Rasulullah s.a.w berzikrullah (berzikir kepada Allah) dalam semua keadaan. Sedang berjalan, menaiki kenderaan, di atas kenderaan, berbaring, duduk dan macam-macam lagi pernah dilaksanakan oleh Rasulullah s.a.w.
Dalam satu riwayat pernah diceritakan bahawa Jaafar bin Abi Talib (sepupu Rasulullah) menari-nari melenggok-lentuk di hadapan Rasulullah s.a.w sebaik sahaja beliau mendengar Rasulullah menyebut kepada beliau “Allah menjadikan rupa parasmu seiras dengan Allah menciptakan daku”. Mendengar kata-kata yang seindah dan semurni itu, terus dita’birkan dengan menari-nari di hadapan Rasulullah. Tingkah laku beliau itu atau body language beliau tidak ditegah atau ditegur oleh Rasulullah.
Di sinilah dikatakan atau dijadikan sandaran bahawa menari-nari sambil berzikir kepada Allah yang dilakukan oleh ahli tarikat atau golongan sufiyah ada sandarannya.
Sahlah  berlaku tarian di majlis zikir yang dihadiri oleh ulama besar yang muktabar. Antara mereka ialah al-Imam Izzudin Abdus Salam dan tidak diengkarinya.
Ditanya Sheikul Islam Sirajuddin al-Balqini tentang persoalan tari-menari dalam majlis zikir, lalu dijawab beliau dengan mengiyakannya, yakni boleh dilakukan.
Ditanya al-‘Allamah Burhanuddin al-Abnasi perkara yang sama, maka beliau menjawab dengan membolehkannya.
Ditanya ulama besar dalam mazhab Hanafi dan Maliki, semua menjawab “tidak mengapa dan boleh dilakukan”.

Semua jawapan ini dibuat dengan bersandarkan kepada ayat di Surah Ali Imran di atas beserta hadis yang diriwayatkan oleh Jaafar bin Abi Talib.
Adapun tarian yang dilarang adalah tarian yang bercampur lelaki perempuan yang bukan mahram, lebih-lebih lagi ia diadakan dalam majlis yang kemaksiatannya ketara seperti berpakaian tidak menutup aurat, diiringi dengan muzik dan suasana yang mengundang syahwat dan lain-lain.
Itulah yang disebut haram. Haram bukan soal tarian, tetapi dilihat dari aspek persembahan, suasana dan dilihat dengan jelas kemaksiatan.
Adapun tarian dalam zikrullah, adalah tarian khusus yang lahir daripada rasa kesyahduan kepada Allah, dengan kelazatan munajat dan bertaladdud (berseronok kerana zikrullah).
Perasaan seronok dan lazat itu yang diketahui oleh orang yang mengetahui, merupakan anugerah Allah kepada mereka.
Mereka hendak menunjukkan bahasa badan (body language) mereka dengan menari-nari tanda keseronokan, tetapi dibuat kerana Allah s.w.t
Inilah yang disebut dalam al-Quran (mafhumnya) :
“(Iaitu) orang-orang Yang beriman dan tenang tenteram hati mereka Dengan zikrullah”. ketahuilah Dengan “zikrullah” itu, tenang tenteramlah hati manusia.” (Surah ar-Ra’d, ayat 28)

Ketenangan adalah suatu kenikmatan. Hendak menghargai kenikmatan itu adalah suatu yang boleh dita’birkan dengan isyarat, dengan kata-kata, dengan bahasa badan yang dijelmakan dalam bentuk tarian untuk menyatakan kesyukuran dan kenikmatan yang mereka perolehi hasil anugerah Allah.
Atas itulah pada pendapat saya bahawa tarian dalam majlis-majlis sufi ini adalah harus.
Untuk menyatakan haram atau tidak boleh memang mudah, tetapi harus disandarkan kepada dalil.Jika tidak ada dalil atau hujah, berbaliklah kepada hukum fikah bahawa “Asal semua perkara adalah harus sehingga ada dalil yang membuktikannya haram.”
Oleh itu berzikrullah yang difahami dari ayat al-Quran di atas, hadis Rasulullah s.a.w dan pandangan ulama muktabar, maka saya menyatakan ia harus dan bukanlah haram. Wallahua’lam

Zikir sambil menari?

Posted by Posted by Muhammad Khair Ibn Hasyeem Al-Jawi On 3:43 AM
http://www.youtube.com/watch?v=8Z2Kn3gbFxM



Hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan al-Hafiz al-Maqdisi dengan rijal sahih daripada hadis Anas Radiallahu Ta’ala Anhu telah berkata ; Adalah orang habsyah berjoget atau menari di hadapan Rasulullah SAW dan sambil mereka berkata Muhammad hamba yang soleh. Bertanya Rasulullah SAW: Apa yang mereka katakan? maka dikatakan kepada Rasulullah sesungguhnya mereka berkata Muhammad hamba yang soleh. ketikamana Rasulullah melihat mereka dalam keadaan itu Nabi SAW tidak meingkari mereka dan membenarkan perkara tersebut.

Inilah yang dimaksudkan dengan hadis taqriri atau sunnah taqririyyah sepertimana diistilahkan oleh ulamak hadis seperti Al-Imam Nawawi dan dinaqalkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani R.A.;

ما أضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير
Apa yang disandarkan kepada Nabi SAW daripada perkataan atau perbuatan atau pengakuan

Sesuatu yang Nabi tidak larang maka ia kekal HARUS kerana jika ia sesuatu yang mungkar pasti Nabi akan melarangnya kerana Nabi SAW tidak akan redha dengan maksiat dan kemungkaran yang dilakukan oleh umat baginda dan inilah sebab Nabi dan Rasul diutuskan untuk menjelaskan apa yang betul dan apa yang salah di sisi syara’.

Hadis di atas menjadi dalil di atas keharusan berzikir dan memuji Rasulullah SAW dalam keadaan menari dan mengerakakn tubuh. Berzikir dalam keadaan menari atau menggerakkan tubuh tidak termasuk daripada tarian yang haram kerana ada dalil yang membenarkannya. Bahkan ia HARUS kerana boleh mencergaskan badan dan boleh membantu untuk menghadirkan hati mengingati Allah.

Oleh itu, niat dan tujuannya betul kerana kaedah menyebut الأمور بمقاصدها “ setiap perkara itu mengikut tujuannya” Adapun jika niat dan tujuannya baik tetapi caranya diharamkan oleh Allah maka ia tetap haram tetapi dalam masalah ini ada nas yang membenarkan zikir sambil menggerakkan badan dan menari seperti yang telah dinyatakan di atas dan tujuannya juga baik maka ia kekal sebagai HARUS di sisi syara’.

Ana tidak suka untuk menggunakan istilah berjoget kerana kebiasaannya ia merujuk kepada tarian yang haram namun apa yang disebut oleh ulamak dengan menggunakan perkataan إهتزاز dalam bahasa arab yang membawa maksud hayunan atau goncangan. Namun di dalam hadis digunakan perkataan يرقصون yang diterjemahkan di dalam bahasa melayu dengan maksud menari. Jadi tidak salah kalau kita gunakan istilah menari. Kerana tarian itu ada yang HARUS dan ada yang HARAM.

Untuk mendekatkan kefahaman kita. Jika kita melihat orang yang menyanyikan lagu nasyid sambil mengerakkan tangan dan body kerana menghayati lagu yang ingin disampaikan mengapa kita tidak katakan ia HARAM, BIDAAH atau sebagainya?

Jadi jika menyanyikan lagu nasyid yang sudah ma’ruf kepada kita keharusannya mengapa kita tidak dapat menerima zikir dalam keadaan menggerakkan tubuh kerana merasakan kelazatan zikir dengan menyebut nama Allah?

Tidak pelik ke Ustaz?

Jika ada yang bertanyakan seperti ini maka ana tanya balik kepadanya? Apakah semua benda yang pelik itu salah? Bukan semua pelik itu salah. Pelik pada pandangan kita kerana kejahilan kita terhadapanya bukan kerana ia sesuatu yang salah. Pelik tidak dijadikan kaedah hukum untuk menyatakan sesuatu itu haram atau tidak. Bila ada nas yang membenarkan walaupun macamana pelik sekalipun kita harus akur. Kerana banyak perkara yang pelik yang tidak sampai kepada pengetahuan akal kita seperti azab kubur, kebangkitan selepas kematian, mahsyar, kiamat dan sebagainya. Daripada mana kita tahu perkara ini ada sedangkan kita tidak pernah mengalaminya? Jawapannya kerana ada nas daripada Al-Quran dan Al-Hadis yang menceritakannya kepada kita.


Pelik atau tidak bukan persoalannya. Persoalannya boleh atau tidak? Ada dalil atau tidak? Inilah persoalannya yang perlu ditanya. Dalil sudah jelas ana nyatakan di atas. Itu bukan kalam ulamak sufi atau kalam ana yang dhoif ini tetapi itu kalam Nabi SAW. Jika kita mengatakan sesat kepada orang yang berzikir dalam keadaan seperti di dalam video di atas seolah-olah kita menafikan hadis Nabi SAW. Ini boleh menyebabkan kita berdusta di atas nama nabi SAW. Ingat! Sesiapa yang berdusta di atas nama Nabi, Allah telah sediakan seat class VVIP di dalam neraka sepertimana yang disebut di dalam hadis.

Bukan semua benda yang pelik pada mata kita dikira sesat dan salah. Pada pandangan orang yang mengerti itulah yang sebenar. Jangan terlalu merasa diri kita tahu segalanya tentang agama kerana disitulah bermulanya ujub yang tidak kita sedar.

Mufti As-Saadah As-Syafiiyyah di Makkah, Al-Allamah Al-Kabir Ahmad Zaini Dahlan Rahimahullah menyebut di dalam kitabnya yang masyhur iaitu As-Sirah An-Nabawiyyah wal Aasar Al-Muhammadiyyah hadis yang dirawayatkan oleh Imam Bukhari di dalam sahihnya pada (كتاب الصلح ) : Selepas fathu khaibar telah kembali daripada habsyah Ja’far Bin Abi Tolib R.A dan bersamanya daripada kalangan muslimin.

Bilangan mereka 16 orang lelaki dan Nabi SAW menemui Ja’faar dan mengucup dahinya dan memeluknya. Rasulullah berdiri kepada Sofwan bin Umayyah dan ‘ Udayy bin Hatim Radiallahu ‘Anhuma dan Rasulullah SAW bersabda : Aku tidak tahu dengan dua sebab aku gembira samada sebab fathu khaibar ataupun dengan kepulangan Ja’faar? Dan bersabada Nabi SAW kepada Ja’faar : Kamu menyerupai kejadianku dan akhlakku.

Maka Ja’far menari dengan kelazatan perkataan Nabi SAW kepadanya. Nabi tidak mengingkari perbuatan menari-nari Ja’afar Bin Abi Tolib itu. Inilah yang menjadi dalil asas kepada golongan sufi ketikamana mereka mendapat kelazatan wajdan di dalam majlis zikir dan mereka menari-nari dengan asbab wajdan yang dicampakkan ke dalam hati-hati mereka ketika mengingati Allah.

Bagaimana jika ada percampuran lelaki dan perempuan?
Ulama sufi yang berada di atas jalan kebenaran juga mengakui majlis seperti ini merupakan majlis yang HARAM. Mereka menisbahkan diri mereka kepada sufi tetapi hakikatnya mereka bukan sufi kerana tujuan zikir itu mendekatkan diri kepada Allah dan percampuran lelaki dan perempuan daripada perkara haram yang boleh menjauhkan diri daripada Allah. Jadi matlamat mereka tidak akan sampai kerana wasilahnya menyimpang daripada cahaya quran dan sunnah. Jadi majlis seumpama ini adalah tidak dibenarkan oleh syara’ walaupun mereka menisbahkan nama mereka kepada nama sufi hakikatnya mereka menodai kemurniaan sufi.


Kita mengakui ada sebahagian golongan yang menggunakan nama sufi tetapi menyimpang daripada syariat Islam tetapi dalam masalah yang kita bincangkan di atas ia mempunyai asas dalil yang kukuh untuk menyatakan pendirian bahawasanya perbuatan berzikir dalam keadaan menari merupakan perkara yang SAH di sisi syara’.

Justeru, selagimana tidak ada unsur-unsur yang haram seperti penggunaan alat muzik yang diharamkan, lagu-lagu yang melaghakan, ikhtilat yang haram maka ia tidak tidak menjadi majlis yang HARAM.
Benarlah kata Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah;

الناس أعداء بما جهلوا
“Manusia akan bermusuh dengan apa yang dia tidak tahu”
Janganlah mudah mengatakan tidak ada tetapi belajarlah mengatakan saya belum menjumpainya. Kerana kemungkinan ia ada tetapi belum sampai kepada pengetahuan kita.
Firman Allah;
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلا – الإسراء :85
Aku tidak berikan ilmu kepada kamu kecuali sedikit sahaja

Thursday, December 10, 2009

Sesat dan Bodoh Sangat Ke Masyarakat Islam DiMalaysia ?

Assalammualaikum....

     Cuma kadang2 dibenak nih sentiasa terfikir semula kenapa wujud sekalian permasalahan ini iaitu saling salah menyalahkan antara satu sama lain, makin lama semakin  berpecah belah umat islam di bumi Malaysia ini dengan isu pegangan masyarakat islam Malaysia sesat dan Bidaah sedangkan sekian ratusan tahun umat islam di Malaysia hidup aman dan harmoni di bawah fahaman Asyairah.

     Mari kita lihat semula  kepada sejarah kedatangan Islam ke Tanah Melayu ini kita lihat sudah cukup cantik suasana yang dibawa oleh Ulama2 ketika itu penuh keharmonian aman damai dan tersusun Masyarakat Melayu Islam ketika itu dan amat bersatu padu bahkan semakin lama segala fahaman hindu yang memcengkam masyarakat melayu pada waktu itu pun lenyap daripada pegangan mereka (walaupun masih terdapat beberapa adat hindu yang masih diamalkan seperti adat nikah kahwin) tetapi diakhir2 ini ikatan itu semakin lama semakin longgar dan menjadi bertambah kusut hingga sudah sampai bertelagah sesama sendiri yang bukan sahaja melibatkan golongan ulama termasuk juga orang awam, siapakah yang punya angkara semua ini berlaku kenapa ikatan itu cuba dirungkaikan adakah ini kerana kebodohan Ulama2 Nusantara dan Tok2 Guru ini kerana sanggup berhabiskan berpuluh tahun belajar di Tanah Arab tetapi pulang ke  tanah air membawa balik ajaran yang salah kepada masyarakat kita seperti( Ajar sifat 20, baca yasin,tahlil,qunut,doa,tabarruk,tawassul dll.)  kalaulah benar golongan ini mengatakan tok2 guru masa dahulu(Ahmad Fatani,Daud Fatani,Syeikh Ahmad Falimbangi,Abdullah Fahim,Tok Kenali dll) tak betul kenapa golongan yang mendakwa Salafy ini ketika itu tidak muncul ke Tanah Melayu dan berdakwah kepada semua masyarakat melayu pada waktu itu  kepada islam,bukan sahaja di Tanah Melayu  bahkan di semua pelusuk Negara Islam..kenapa setelah beratus tahun baru muncul golongan ini(yg menyalahkan tok2 guru kita)baru muncul...bayangkan kalau tidak kerana Ulama2 kita yg dahulu nescaya  kita nih masih beragama Hindu Allahuakbar! amat besarnya jasa Tok2 Guru kita kerana kedatangan mereka ke Tanah Melayulah telah berjaya menyelamatkan akidah org melayu daripada terus berpegang kepada ajaran hindu.

     Banyak org beralasan kita perlukan perubahan ataau pun tajdid, untuk tujuan apa sebenarnya bukankah dah elok keadaan sekarang adakah alasannya bila kita bermazhab menyebabkan kita mundur, belajar sifat 20 kita tak maju atau bila kita bermazhab kita akan bertelagah, wahai sahabat renungkanlah jelajah lah keserata Negara Islam yg lain, saya pelajar di Universiti Jordan, pernah ke Mesir,Syirria dan Lubnan walaupun mereka bermazhab lain tapi tak timbul pergaduhan, walaupun saya bermazhab Syafie dan  Masyarakat Jordan bermazhab Hanafi saya hormat dan ikut cara mereka dan tidak pernah berlaku pergaduhan atau perbalahan antara Pelajar Malaysia dengan masyarakat tempatan, jadi siapa yg war-warkan cerita bila bermazhab kita akan berpecah dan mundur, sebenarnya mundur adalah sbb sikap org islam itu sendiri yang malas berfikir dan berusaha sebenarnya kalau hendakkan kemajuan bukanlah bermazhab atau tidak bermazhab, Bangsa Jepun,Eropah dll itu kafir dan tidak beragama bahkan jauh dari bermazhab mereka tersgt maju, jadi kalau nak maju sgt perlukah kita tinggalkan islam, Sultan Muhammad Al Fateh org yg menawan Konstantinepol bermazhab Hanafi berakidah Maturidiah dan merupakan org yg disebut di dalam Al Quran yg berjaya menawan Rom bukahkan itu tandanya majunya islam bila bermazhab, mazhab tak salah fahaman org Malaysia tak salah, yang salah kita kerana sibuk sgt nak buat tajdid hingga mengganggu perasaan org lain dan mudah melemparkan org lain tak betul hingga kita lupa jasa2 Ulama kita yang banyak membentuk masyarakat yang berpegang teguh kepada Islam.

     Bila melihat  Dr Asri dengan isu tauliahnya menjadi hangat dan ada pula yang pro dan kontra, kalau kita lihat pernah di jemput 3 ulama dari Yaman untuk memberi ceramah di Perlis tetapi di halang kerana alasan tidak  bertauliah rasanya Dr Asri tahu perkara ini tidak pula dihebohkan, jadi kenapa bila dia dihalang mudah sgt yang pro kepadanya nak melatah mereka mendakwa mendakwa Jais tidak betul atau sengaja cari alasan nak menyekat dakwah Ulama.Dan kalau kita lihat enakmen Negeri Perlis sendiri pun sesiapa yg ingin berdakwah perlu kpd tauliah jadi Jais tak salah kerana dengan tauliah kita akan dapat menyekat golongan yang sesat untuk menyampaikan ajaran mereka.Bila fahaman mereka kita sekat mereka melatah dan sanggup mengeluarkan kenyataan-kenyataan yang melampau, tetapi apabila mereka sendiri mempunyai kuasa, sama sahaja tindakan mereka seperti Jais, tak percaya apa yang berlaku kepada seorang Imam di negeri Perlis yang cuba dipecat atau telah dipecat dengan alasan tidak mengikut cara fahaman mereka kenapa isu ini tidak dihebohkan fikir-fikirkan lah.
Wallahu'alam

Banyaknya Anak Luar Nikah di Malaysia

diterima dari email....

Di Malaysia, anak luar nikah dalam maksud pendaftaran kelahiran terdiri daripada kanak-kanak yang dilahirkan oleh pasangan ibu bapa yang tidak berkahwin tetapi maklumat dimasukkan ke dalam daftar dan sijil kelahiran. Pendaftaran tersebut dibuat di bawah peruntukan pendaftaran kelahiran anak tidak sah taraf.

Ada sesuatu yang luar biasa pada sijil kelahiran anak tidak sah taraf. Nombor sijil yang lazimnya tertera di bahagian kanan dokumen, dicetak di bahagian bawah. Ini menunjukkan bahawa pemiliknya tidak mengetahui ayah kandungnya.

STATISTIK

Berdasarkan kepada laporan rasmi, Jabatan Pendaftaran Negara (JPN) melaporkan terdapat lebih 257,000 sijil kelahiran didaftarkan tanpa catatan nama bapa, sejak tahun 2000 hingga pada bulan Julai 2008.

Ini bermakna secara purata, 2,500 kes anak luar nikah direkodkan pada setiap bulan atau 83.3 kes pada setiap hari. Jika diunjurkan lagi, satu kes pendaftaran anak luar nikah berlaku dalam setiap 17 minit 17 saat!

Amat menyedihkan kerana menurut statistik pendaftaran kelahiran kelahiran anak luar nikah dalam tempoh 4 tahun sahaja (1999-2003) 30,978 dari 70,430 (44%) orang bayi tidak sah taraf yang dilahirkan adalah anak orang ISLAM.

Pecahan mengikut negeri:

Selangor = 12,836 orang
Perak = 9,788 orang
Kuala Lumpur = 9,439 orang
Johor = 8,920 orang
Sabah = 8,435 orang
Negeri Sembilan = 4,108 orang
Pahang = 3,677 orang
Kedah = 3,496 orang
Pulau Pinang = 3,412 orang
Melaka = 2,707 orang
Kelantan = 1730 orang

Perlis = 691 orang
Sarawak = 617 orang
Terengganu = 574 orang
JUMLAH = 70,430 orang.

sumber:
http://www.topix. com/forum/ world/malaysia/ TS8NFMF11AE4UI75 6

Masalah Akhlaq anak-anak Muslim generasi pelapis di Malaysia.

Antara punca permasalahan

1. Didikan dari peringkat keluarga tanpa menitikberatkan Akhlaq seseorang Muslim.
2. Tidak ambil berat tatsusila Aurat dalam Islam.
3. Media hiburan bebas tanpa kawalan berlandaskan Syariat Islam (hanya dikawal mengikut kehendak manusia) mendidik psikologi masyarakat banyak kepada cara hidup bertentangan Syariat Islam (terutama dalam hal akhlaq, aurat, kebebasan hidup dan sebagainya).
4. Institusi keluarga itu sendiri yang bermasalah.
5. Ibubapa yang sibuk dengan hal duniawi mengakibatkan lalai tanggungjawab mendidik anak cara hidup Islam.
6. Ibubapa jahil agama dan tidak mahu belajar memperbaiki kejahilan.
7. Asas pendidikan dari peringkat rendah yang tidak menitik beratkan pendidikan Akhlaq mengikut Syariat Islam sebagai teras utama merit dalam kurikulum pendidikan dari segi teori dan praktikal.
8. Masyarakat tidak ambil berat dan kian takut menasihati dan mengambil tindakan terhadap gejala sosial negatif yang berlaku berhampiran mereka.
9. Menganggap budaya nasihat-menasihati dan mengambil berat masyarakat sekitar itu sebagai 'menjaga tepi kain orang' (masyarakat wajib 'menjaga tepi kain orang' jika sesuatu perkara itu boleh mengakibatkan musibah).
 
Bersama-samalah kita berusaha & berdoa agar ALLAH s.w.t. menjauhkan musibah ini dari diri, keluarga dan masyarakat kita.
_________________________________________________________

Malaysia Boleh ???
Macam-macam Boleh ???
Anak Luar Nikah, Boleh ???
Buang Anak, Boleh ???

Monday, December 7, 2009

Antimazhab Ancam Syariat Islam

Peringatan Kepada Golongan Yang Menyeru Untuk Tidak Bermazhab




Mungkin terdapat sesetengah golongan yang cetek penyelidikkan dan pengetahuannya tentang perbahasan di dalam ilmu-ilmu agama Islam berpendapat bahawa masyarakat awam pada hari ini tidak perlu mengikut mana-mana mazhab dan para ulama, masyarakat hanya perlu mengikut al-Quran al-Karim dan as-Sunnah S.A.W. sahaja secara terus. Mereka berpendapat sudah cukup dengan segulung ijazah sarjana ataupun Phd sudah melayakkan seseorang itu tidak mengikuti mana-mana mazhab. Tidak cukup dengan itu, mereka juga mengatakan mazhab adalah rekaan para ulama silam semata-mata dan tiada kaitan dengan Islam. Sesiapa sahaja yang mengikut mazhab termasuk di kalangan pelaku bidaah mungkar bahkan ada yang lebih dangkal lagi mengatakan seseorang itu telah sesat dan kafir. Adakah kenyataan seperti ini benar-benar ilmiah?


Apabila kenyataan seperti ini keluar dari mulut seseorang maka telah terbukti kecetekkan mereka di dalam memahami perbahasan para ulama muktabar. Mereka membayangkan bahawa para ulama mazhab terdahulu telah mengeluarkan fatwa tanpa sandaran atau lalai terhadap nas-nas al-Quran al-Karim dan as-Sunnah S.A.W. Penyakit seperti ini berpunca daripada pemikiran alLa Lamazhabiyyah (anti mazhab) yang menggesa masyarakat awam supaya tidak bermazhab. Sedangkan mengikuti kefahaman dan penjelasan dengan bertanyakan sesuatu masalah yang tidak diketahui kepada para ulama sesuatu yang diajar oleh agama Islam itu sendiri.



Firman Allah Taala bermaksud:
Maka hendaklah kamu bertanya kepada ahli zikir (alim ulama) seandainya kamu tidak mengetahuinya. (Surah al-Nahl: Ayat 43).



Berkata Imam Syatibi:
Fatwa-fatwa para mujtahid itu bagi orang awam bagaikan dalil syariat bagi para mujtahid. Adapun alasannya ialah ada atau tidak adanya dalil bagi orang yang bertaqlid adalah sama sahaja kerena mereka sedikitpun tidak mampu mengambil faedah daripadanya. Jadi masalah meneliti dalil dan istinbath (mengeluarkan hukum) bukanlah urusan mereka dan mereka tidak diperkenankan untuk melakukan hal tersebut. (Kitab: al-Muwafaqat).



Pujian patut diberikan terhadap usaha tegas pihak Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) yang menyedari bahaya pemikiran alLa mazhabiyyah ini lantas mengeluarkan risalah penerangan bertajuk Bahaya Anti Mazhab. Selain itu, salah seorang ulama Islam masa kini iaitu Syeikh Prof Dr Muhammad Said Ramadhan al-Buti turut menulis sebuah kitab bertajuk alLa Mazhabiyyah Akhtar Bidaah Tuhaddid al-Syariah al-Islamiyyah (kitab ini ada diterjemahkan di dalam Bahasa Melayu) membicarakan perihal alLa Mazhabiyyah ini secara khusus. Selain daripada Syeikh Prof Dr Muhammad Said Ramadhan al-Buti, masih ramai lagi ulama yang bangkit menjelaskan perkara ini melalui tulisan-tulisan dan ceramah-ceramah mereka supaya masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan kata-kata golongan ini. Pujian dan sokongan juga mesti diberikan terhadap pihak mufti-mufti negeri dan alim ulama tempatan yang sentiasa memberikan penjelasan kepada masyarakat awam berkenaan bahayanya fahaman alLa Mazhabiyyah.



Berkata Imam Ghazali:
Bagi golongan awam adalah wajib bagi mereka meminta pendapat dan mengikut (bertaqlid) dengan ulama. (Kitab: al-Mustasfa).



Jika mereka mendakwa dan mendabik dada dengan dakwaan mereka hendak mengikut al-Quran al-Karim dan as-Sunnah S.A.W. sahaja maka ketahuilah bahawa para ulama muktabar terdahulu beribu-ribu kali ganda lebih memahami dan mengenali sesuatu dalil itu sebelum mengeluarkan sebarang hukum. Kenyataan seperti ni seringkali kita dengari dari lidah-lidah mereka yang tidak memahami kedudukan khilaf mazhab di dalam Islam lantas memperkecilkan dan merendah-rendahkan para ulama muktabar terdahulu dengan anggapan para ulama terdahulu mengeluarkan hukum tanpa disandarkan secara tepat kepada al-Quran al-Karim dan as-Sunnah S.A.W. Mereka merasakan diri mereka terlalu hebat berbanding para ulama muktabar sedangkan asal mereka juga tidak terlepas daripada mengambil ilmu agama dari lidah-lidah dan kitab-kitab para ulama tersebut. Kita katakan kepada golongan ini: Benar, kami juga mengikuti al-Quran al-Karim dan as-Sunnah S.A.W. secara bersungguh-sungguh, akan tetapi ikutan kami dengan kefahaman dan penerangan daripada para ulama muktabar!



Sabda Rasulullah S.A.W. bermaksud:
Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambil ilmu (warisan ilmu) tersebut ia telah mengambil habuan yang paling sempurna. (Riwayat Ahmad, Tarmizi, Abu Daud dan Ibnu Majah).



Mereka hanya berpegang dan menganggap bahawa pendapat mereka sahaja yang betul walaupun pada hakikatnya mereka tidak memahami dalil-dalil maksum. Golongan ini turut merasakan mereka sahajalah yang mengikuti al-Quran al-Karim dan as-Sunnah S.A.W. yang merupakan sumber utama untuk mengeluarkan hukum lantas mengatakan sesiapa yang tidak mengikut pendapat mereka adalah jumud, tidak tajdid, tidak ilmiah dan tidak memahami dalil-dalil. Adakah mereka juga maksum sepertimana Rasulullah S.A.W.?



Berkata Syeikh Prof Dr Yusof al-Qaradhawi:
Ya, benar kalian berpegang dengan nas maksum yang diwahyukan dari Allah Taala tetapi kefahaman kamu terhadap nas tersebut bukanlah wahyu apatah lagi maksum, kalian hanya berpendapat berdasarkan zahir nas sahaja. (Kitab: Kaifa Nataamalu Maa Turath).

Mendakwa boleh berijtihad oleh seseorang yang tidak berkelayakkan merupakan seburuk-buruk perkara dan kerosakkan yang paling merbahaya mengancam syariat Islam pada masa kini. Golongan ini menolak mazhab-mazhab dan mengingkari imam-imam mujtahidin bahkan menganggap imam-imam tersebut sebagai penyekat dan penentang syariat Islam. Mereka mendakwa bahawa imam-imam ini cuba mengalihkan perhatian manusia daripada syariat yang dibawa oleh Rasulullah S.A.W. kepada mazhab-mazhab tajaan mereka sendiri. Golongan ini merupakan pendukung slogan-slogan tertentu dengan selalu mengajak kepada perbahasan, perdebatan, pengkajian semula untuk menyokong pendapat mereka sendiri yang mengatakan ijtihad itu wajib dan taqlid itu haram. Masyarakat yang harmoni pada suatu ketika dahulu menjadi riuh rendah dan kacau-bilau pada hari ini dengan isu-isu yang mereka bawakan ini.




Berkata Syeikh Prof Dr Yusof al-Qaradhawi:
Sesungguhnya ramai di kalangan golongan muda pada zaman sekarang yang hanya membaca beberapa kitab terutamanya di dalam ilmu hadis. Lantas merasakan mereka sudah pakar di dalam ilmu padahal mereka belum pun mengecapi permulaannya. Mendakwa mereka mampu berijtihad di dalam urusan agama, di dalam masa yang sama ilmu Bahasa Arab serta komponen-komponennya serta nahu dan saraf tunggang langgang. Seandainya anda menyoal mereka supaya irab sebaris ayat, mereka tidak mampu menjawabnya dengan baik. Mereka juga tidak mempelajari usul fiqh! Hanya meneka-neka sebarang dugaan kononnya mengetahui akan sebarang permasalahan. Hal ini menyebabkan mereka tidak mahir dengan ilmu fiqh apatah lagi untuk menyelami lautan perbahasan yang luas yang akan menjadikan mereka lebih mahir dan berkemampuan untuk memahami dengan baik. Sesungguhnya mereka ini sepertimana kata Imam Zahabi: Teringin untuk terbang tetapi tiada bulu. (Kitab: al-Sahwah al-Islamiyyah Min al-Murahaqah Ila al-Rusyd).



Kata-kata Syeikh Prof Dr Yusof al-Qaradhawi ini sememangnya benar-benar berlaku di kalangan masyarakat kita di Malaysia. Kita berani mengatakan jikalau kita bertanya kepada golongan ini, berapa banyakkah ayat-ayat al-Quran al-Karim dan al-Hadis S.A.W. yang mampu mereka hafal dan fahami, kita yakin jawapan mereka ialah amat sedikit hafalan dan fahaman mereka walaupun telah memiliki segulung Phd. Ini belum ditanya lagi berapa banyakkah ilmu agama yang mereka pelajari dan fahami daripada para ulama serta pelbagai persoalan lain lagi. Bagaimanakah mereka boleh mendakwa mereka begitu memahami Islam dan mengatakan pendapat mereka sahajalah yang benar sedangkan ilmu-ilmu al-Quran al-Karim dan al-Hadis S.A.W. belum mampu mereka kuasai sepenuhnya? Sedangkan para ulama muktabar yang telah memahami dan menguasai segala ilmu tidak merasa diri hebat bahkan merekalah yang paling merendah diri kerana takutkan Allah Taala.



Firman Allah Taala bermaksud:
Sesungguhnya yang takut kepada Allah Taala di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama.
(Surah Faathir: Ayat 28).

Adalah menjadi satu kesilapan besar apabila mencari hukum-hakam agama di dalam kitab-kitab matan hadis secara mentah. Seseorang yang hanya mengetahui nas-nas hadis tidak boleh berijtihad sendirian tanpa bantuan ahli fiqh yang mahir. Sedangkan ahli fiqh ini pula terdiri daripada golongan yang mesti menguasai ilmu-ilmu al-Quran al-Karim dan al-Hadis S.A.W. sebelum mereka layak untuk mengeluarkan hukum-hakam. Golongan yang menegah orang lain daripada mengikut mazhab dan ulama muktabar adalah pencetus kepada tertubuhnya sebuah lagi mazhab yang baru. Mazhab ini adalah mazhab yang kelima tajaan mereka diri sendiri.



Berkata Syeikh Prof Dr Yusof al-Qaradhawi:
Ada golongan yang memerangi konsep bermazhab, memerangi mazhab fiqh dengan melarang walaupun daripada golongan awam untuk bertaqlid. Pada masa yang sama mereka bertaqlid dengan pandangan guru mereka maka jadilah mazhab yang kelima! (Kitab: al-Sahwah al-Islamiyyah Min Murahaqah Ila al-Rusyd).



Namun Islam tidak pernah menutup terus pintu ijtihad bagi sesiapa sahaja yang telah mencapai tahap ulama mujtahid dengan syarat-syarat yang amat ketat. Layakkah golongan tersebut mendakwa bahawa mereka mampu berijtihad sedangkan al-Quran al-Karim dan al-Hadis S.A.W. tidak dihafal dan difahami? Jadilah kita seorang penuntut ilmu agama dengan terus-menerus belajar bersungguh-sungguh dan ikhlas. Tuntutlah ilmu sehingga ke akhir hayat. Moga-moga kita turut layak untuk menjadi salah seorang ulama pada suatu hari nanti dan bukan berlagak menjadi ulama. Wallahualam.




* Penulis adalah seorang mahasiswa dari Universiti Al-Azhar, Mesir. Penulis boleh dihubungi melalui email: shidi_buluh@yahoo.com dan blog: http://buluh.iluvislam.com.